Setelah 3 Minggu di Sydney

Sidra
3 min readJun 3, 2024

--

Suasana sekitar Sydney Harbour Bridge, Sabtu (25/5).

Setelah hampir 3 minggu tinggal di Sydney, akhirnya saya dapat kerja. Tapi bukan di kota itu. Kerjaan saya ada di daerah antah berantah, sekitar 750 km ke arah barat, atau 12 jam perjalanan menggunakan kereta disambung bus.

Tepatnya di kota Bourke. Kota ini agaknya jadi asal mula istilah "back o' Bourke" yang berarti remote area. Tak heran, lokasi kota ini memang berada di pedalaman New South Wales, tak terlalu jauh dengan perbatasan Queensland.

Saya dapat banyak rumor soal daerah pelosok Australia macam ini. Lebih-lebih soal Bourke. Di sini tingkat kriminalitasnya agak tinggi. Saya sempat khawatir karenanya. Tadi malam, ketika bus saya sudah hampir sampai di Bourke, ada seorang pria yang memberi peringatan. "Use your seatbelt, Mate. There are a lot of crazy drivers here."

Sesampainya di Bourke, saya melihat hampir setiap rumah punya keamanan berlapis. Rumah tempat tinggal saya, misalnya, punya dua pagar. Pagar dalam terbuat dari batangan-batangan besi, pagar luar terbuat dari seng—mungkin buat menutupi pandangan orang luar masuk ke rumah. Begitu juga daun pintu, ada dua lapis. Jendela pun demikian, dilengkapi teralis.

Saya agak terkejut melihatnya, tapi lantas tenang ketika berbicara dengan Varun, orang yang menyewakan rumahnya buat saya tinggali. Dia bilang tidak usah khawatir. Kriminal di sini memang suka merampok rumah atau merusak kendaraan orang.

"But they won’t attack you in the street," kata laki-laki itu.

Saya membuktikannya pagi ini. Saya jalan-jalan ke Supermarket, sekitar 10 menit dari rumah, buat beli air mineral dan beras. Tak ada apa-apa. Paling cuma ada anjing menggonggong ketika saya melewati pagar rumah penduduk. Tapi aman.

Bahkan supermarket di Bourke ditutup pakai seng.

Barangkali bagian terpenting buat bertahan di sini memang cuma persiapan mental supaya tidak mati bosan. Selayaknya daerah pelosok, tak ada hiburan yang lumrah ditemukan di kota; bioskop, mal, maupun toko buku. Hanya ada beberapa monumen, taman-taman kecil, dan sungai. Kalau mau lihat pemandangan apik, mungkin butuh puluhan kilo berkendara menggunakan mobil.

Sepulang dari supermarket. Sepi sekali, tidak ada kehidupunk.

Sisanya tinggal fokus mengurus kerjaan; persiapan fisik. Saya bakal kerja di pabrik daging mulai besok.

Kebetulan sekali saya ke Australia membawa dua novel yang erat kaitannya dengan urusan daging: Raden Mandasia dan Pengantin-Pengantin Loki Tua.

Novel yang saya sebut pertama bercerita tentang perjalanan seorang pangeran bernama Raden Mandasia ke Barat, ditemani seorang pencatat bernama Sungu Lembu. Raden Mandasia bukan sekadar pangeran. Dia sangat ahli ketika berurusan dengan daging.

Dan entah kenapa, dengan cara ganjil dan sedikit memaksa, saya merasa mirip dengan Raden Mandasia. Sebab, selain dekat dengan urusan daging, kami sama-sama berkelana ke Barat—dia ke Gerbang Agung, saya ke back o' Bourke.

Bedanya cuma satu. Dia pangeran, saya pekerja upahan. Eh, ternyata bedanya ada dua: saya tidak ditemani Sungu Lembu yang gemar mencatat.

Jadinya, saya mungkin bakal mencatat segala macam hal sendiri. Semoga sih, kalau sempat. Hahaha.

Nah, ini tempat tinggal sementara saya. Kerads.

--

--

Sidra

I share some of my thoughts and works here. You’re welcome